ADVEN berasal dari bahasa Latin: adventus. Arti hurufiahnya: kedatangan. Gereja mengartikannya sebagai persiapan atau penantian kedatangan Yesus Kristus, Putra Allah. Menurut kalender ibadah atau Tahun Gerejawi yang dianut juga oleh HKBP maka sebelum Hari Raya Natal atau perayaan kedatangan Yesus melalui kelahiranNya di Betlehem, maka ada 4(empat) minggu Adven. Saban minggu Adven itu ditandai dengan penyalaan lilin: satu lilin di minggu adven pertama, dua lilin di minggu adven kedua, dan seterusnya. Menurut tradisi gereja tiga lilin adven itu berwarna ungu atau violet, menyimbolkan pertobatan, pengharapan dan penantian. Namun lilin adven ketiga justru berwarna merah muda, hendak menyimbolkan sukacita pengharapan yang tidak tertahankan lagi karena kelahiran Tuhan sudah sangat dekat. Tradisi gereja juga mengenal lingkaran Adven, yaitu dedaunan segar (bukan plastik imitasi) dan buah berry merah yang dipasang di bawah lilin atau di dinding, melambangkan kehidupan yang segar abadi (evergreen). Namun sangat disesalkan kita hampir tidak dapat lagi menghayati suasana Adven itu di gereja-gereja kita kalangan protestan, sebab jika kita jujur, kalender ibadah gereja kita khususnya di sekitar Desember telah kacau. Makna Adven hilang karena perayaan-perayaan natal justru telah berlangsung saat gereja seharusnya masih menanti-nanti atau mempersiapkan hati menyambut kelahiran Juruslamatnya.
Apakah sebenarnya makna Adven bagi kita?
Pertama: panggilan pertobatan
Pertobatan adalah sikap yang paling pas untuk menyambut kedatangan Tuhan, baik di kedatanganNya yang mulia di hari agung nanti maupun dalam keseharian hidup ini. Pertobatan juga merupakan sikap yang paling sesuai untuk merayakan Hari Natal. Dahulu kedatangan Yesus Sang Mesias juga didahului oleh kedatangan sang perintis Yohanes Pembaptis yang membawa undangan pertobatan: tanah yang berbukit-bukit harus diratakan dan jalan yang berlekuk-lekuk harus diluruskan! Sebab itu baiklah kita sadar bahwa lilin yang kita nyalakan pada minggu Adven bukan hanya lilin penantian, tetapi juga lilin pertobatan. Bukan pertobatan artifisial dan seremonial namun pertobatan hati yang sungguh-sungguh menerima dan menyambut Dia sebagai Raja, Penguasa dalam hati dan jiwa kita.
Pertobatan bukanlah sekadar penyesalan dengan kata-kata, tetapi suatu tekad untuk memberikan diri diubah dan dibaharui Roh Kudus. Pertobatan bagi kita adalah kerelaan untuk terus-menerus menjadi manusia baru yang kehadiran dan karyanya bermakna, memberi jalan keluar, dan mendorong sukacita dunia ini. Sebab itu masa Adven juga merupakan kesempatan emas bagi kita merenungkan kemanusiaan kita yang sesungguhnya. Sebagaimana Yesus datang untuk melayani dan mengasihi, demikian jugalah kita dipanggil untuk datang melayani dan mengasihi sesama kita. Sebagaimana Kristus sepanjang hidupNya menyerahkan diri bagi keselamatan dunia ini, demikian jugalah kita diajak untuk tidak pernah lelah dan jemu mengabdi untuk membuat dunia ini menjadi lebih sejahtera, adil dan baik.
Inilah dasarnya mengapa gereja melarang pesta natal saat minggu-minggu Adven atau sebelum 25 Desember, yaitu agar kita lebih dulu melakukan permenungan yang dalam dan tulus lantas bertobat. Namun banyak orang sekarang tidak mau lagi bermenung (dan karena itu harusnya disangsikan pertobatannya!) dan hanya suka berpesta natal saja semeriah-meriahnya dan sehebat-hebatnya. Kepada orang-orang ini mau dikatakan: natal tanpa pertobatan adalah kosong.
Kedua: peneguhan pengharapan.
Minggu Adven adalah minggu pengharapan. Gereja, sama seperti umat Israel, hidup dari pengharapannya. Walaupun kenyataan hidup sulit atau penuh dengan penderitaan, gereja tetap berharap kepada Allah. Tak ada satu kondisi pun di dunia ini atau dalam diri kita yang boleh membuat kita putus asa dan mati rasa (apatis). Tuhan Allah hidup dan setia. Dia berjanji akan datang membebaskan kita umatNya dan memulihkan keadaan. Dialah sumber pengharapan kita.
Dengan merayakan minggu Adven gereja mau meneguhkan kembali pengharapannya dan imannya kepada Allah. Lilin Adven yang kita nyalakan itu adalah simbol pengharapan kita yang tidak pernah padam.
Ketiga: Sukacita pengharapan
Pertobatan kita bukanlah pertobatan yang dipaksa, namun pertobatan yang ikhlas. Pertobatan kita juga bukanlah syarat yang diwajibkan Tuhan untuk menerima berkatNya, tetapi jawaban tulus kita kepada Dia yang menerima dan memberkati kita justru tanpa syarat apapun. Sebab itulah pertobatan kita melahirkan sukacita yang sangat dalam.
Namun bukan hanya itu. Minggu Adven mengajak kita membaharui kembali pengharapan kita. Yaitu pengharapan kepada Tuhan yang akan datang segera menolong dan membebaskan kita. Pengharapan itu melahirkan sukacita sebab kita tahu Tuhan yang menjadi gantungan harapan itu setia. (Roma 12:12). Pengharapan itulah yang meneguhkan hati kita di tengah-tengah realitas kehidupan yang penuh kekerasan, persaingan mematikan, ambisi tidak terkendali, manipulasi dan egoisme. Pada akhirnya pengharapan itu juga yang memberi kita kekuatan dan kegembiraan untuk tetap hidup sebagai manusia, yang taat kepada Allah dan mengasihi sesama.
Pada minggu Adven ketiga ini sukacita kita meluap dan tidak tertahankan lagi sebab natal sudah semakin dekat. Persis seperti sukacita seorang ibu yang sebentar lagi akan melahirkan anaknya. Atau sukacita seorang petani menjelang panen tiba. Atau sukacita seorang anak yang esok hari akan ulang tahun. Dalam tradisi gereja lilin minggu Adven ketiga itu berwarna merah jambu melambangkan sukacita yang besar itu.
Keempat: penantian yang panjang.
Alkitab menyaksikan kelahiran Yesus adalah peristiwa besar yang telah dijanjikan Allah jauh sebelumnya melalui para nabiNya. Dengan merayakan Adven (sampai empat minggu berturut-turut) gereja bukan hanya mengenang tetapi menyatukan dirinya dengan para nabi serta umat Allah di Perjanjian Lama yang menanti-nantikan kedatangan Mesias atau Sang Penebus. Masa Adven itu mengingatkan kita kepada penantian dan persiapan para nabi akan kedatangan Juruslamat yang dijanjikan Allah. Sebab itu dengan setia kepada minggu-minggu Adven itulah kita dapat menemukan makna Hari Raya Natal yang sesungguhnya. Yaitu hari kelahiran Tuhan yang dijanjikan Allah dan kita nantikan itu.
Gereja percaya bahwa Yesus yang lahir di Betlehem dahulu kata, mati dan bangkit sekarang duduk di sebelah kanan Allah memerintah. Namun Dia berjanji akan datang kembali. KedatanganNya kembali ke dunia inilah yang sekarang sedang dinanti-nantikan oleh gereja. Sebab itu minggu Adven bagi kita bukan sekadar kenangan ke masa silam atau tepatnya kenangan akan penantian para nabi dan umat Allah di masa Perjanjian Lama, tetapi juga harapan ke masa depan, yaitu penantian gereja kepada Kristus yang akan datang kembali. Kapan? Tidak seorang pun mengetahuinya. Masih lama atau sudah dekat? Yang jelas semakin hari semakin dekat, namun tetap tidak bisa dipastikan saatnya. Alkitab mengatakan kedatangan Kristus Sang Kudus itu di saat tidak terduga, persis kedatangan “seorang pencuri”. Yang penting: nantikanlah terus kedatanganNya. Dan sambil menanti: tetaplah bekerja dan tunaikan semua tugas dan tanggungjawab. Persis seperti kata bapa gereja Martin Luther: seandainya Kristus datang besok hari, maka aku akan tetap menanam pohon apel hari ini.
Kita beriman sebelum hari kedatanganNya yang agung itu, Tuhan datang dan selalu hadir dalam kehidupan kita. Itulah juga yang hendak kita renungkan dan hayati melalui minggu Adven. Kita juga sedang menanti-nantikan Dia datang dalam keseharian kita, menolong dan membebaskan kita dari berbagai hal dan untuk bermacam hal di realitas ini.
Melalui minggu-minggu Adven ini jugalah kita diingatkan akan penantian-penantian kita dalam kehidupan ini. Ada banyak sekali yang mungkin kita nantikan di kenyataan hidup ini: kehamilan, kelahiran anak, panen, hasil usaha, pengabulan doa, kesembuhan, pertemuan dengan kekasih, dan berbagai penantian panjang lain yang memerlukan ketekunan doa dan tak jarang mendorong air mata. Melalui minggu Adven kita hendak berdoa agar Allah memberkati dan meneguhkan hati kita menyambut semua penantian kita dan saudara-saudara itu. Sebab itu minggu Adven juga merupakan saat-saat untuk berdoa dan berpuasa. Belum untuk berpesta!
Siapa menghilangkan Adven akan kehilangan Natal
Dengan pemahaman di atas sadarlah kita betapa berharganya masa-masa Adven bagi kita. Tanpa melalui peringatan akan Adven sebagai minggu-minggu permenungan dan saat-saat bertobat, berharap, bersukacita dan menanti kita tidak akan mampu menangkap sukacita Natal yang sesungguhnya. Ingat: Natal hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang mau menyatukan diri dalam penantian umat yang begitu panjang akan kedatangan Juruslamatnya. (Umat purba menanti Mesias ratusan tahun, namun banyak umat kristen moderen menunggu satu bulan saja pun tak mau). Tanpa Adven, Natal hanya jatuh ke dalam hiruk-pikuk dan seremoni kosong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar