Tiga tokoh yang kita lihat dari nats kita; Eli yang sudah tua, Samuel yang masih Muda dan suara Tuhan yang memanggil Samuel. Eli yang sudah tua dan rabun, tetap setia dalam membimbing Samuel bagaimana ia mendidiknya supaya mengantikannya kelak. Kepekaan Samuel atas situasi membuatnya semakin memahami apa yang akan ia lakukan kelak sebagai pelayan dalam Bait Allah. Dan suara yang menguatkan penyertaaan Tuhan walaupun ia masih muda ditempatkan pada pelayanan yang akan diembannya di kemudian hari.
Kita hidup di dunia ini diperhadapkan pada berbagai suasana yang kadang kala membingungkan. Banyaknya suara yang menyuarakan kedamaian, cinta kasih dan kemudahan-kemudahan yang tidak jelas arahnya kemana tujuannya. Ada begitu banyak suara-suara yang sering membuat kehidupan manusia itu tidak mampu membedakan mana suara Tuhan dan mana suara dunia ini. Dalam situasi kehidupan sekarang banyak hal-hal yang memperdengarkan sesuatu kepada kita, menggoda kita untuk bertindak. Suaranya sangat manis tanpa kita sadari justru menghasut hasrat dan keinginan kita. Perlu kehati-hatian dalam memaknai suara-suara yang datang dari dunia karena tidak selalu berbuah kebaikan.
Seorang hamba yang baik tidak mementingkan kebutuhan dirinya sendirinya. Ia sadar akan tugasnya dan siap melaksanakan apa yang hendak diperintahkan oleh tuannya. Demikian juga sebaliknya bahwa seorang tuan yang baik juga memperhatikan kenyamanan hambanya. Tidak egois tetapi memperlakukan hambanya sebagai manusia sama seperti dirinya.
Nats (1 Sam 3.1-10) kita kali ini menceritakan bagaimana posisi Samuel yang diganggu oleh suara Tuhan, yang pada awalnya ia tidak mengetahui bahwa itu adalah suara Tuhan. Namun walaupun demikian, ia tetap siap-sedia menjawab akan suara itu, ini boleh kita lihat dari pernyataannya, pada ayat terakhir ”Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar”(ay 10). Pada awalnya kehadiran suara itu tidaklah dimengerti olehnya, ia hanya berfokus pada Eli ”Ya bapa, bukankah bapa memanggil aku?”(ay 5).
Hawa jatuh kedalam dosa karena ia lebih mendengar iblis. Adam ikut terlibat dalam dosa tersebut karena mendengar perkataan Hawa. Mendengarkan manusia tidak selalu mendatangkan kebenaran. Manusia sering memperdengarkan kesesatan, tetapi Tuhan memperdengarkan keselamatan. Mendengarkan manusia menghadirkan keletihan dan rasa palsu, tetapi dengan mendengar Tuhan akan mendatangkan kelegahan. Kemanakah pendengaran kita arahkan?Menghambakan pendengaran terhadap idiologi, paham, budaya yang didengungkan, atau sebaliknya kepada Tuhan. Mendengar kepada Tuhan adalah solusi mengatasi seluruh persoalaan hidup, usaha menata keseimbangan dan tindakan manjaga harmoni. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar