Ada filsafat
buah yang merefleksikan kehidupan seperti ini: Jadilah jagung, jangan jambu
monyet, jagung membungkus bijinya yang banyak, sedangkan jambu monyet memamerkan
bijinya yang cuma satu-satunya. Jangan pamer, kecuali lagi pameran. Jadilah
pohon pisang, pohon pisang kalau berbuah hanya sekali, lalu mati. Kesetiaan
dalam pernikahan. Jadilah duren, jangan kedondong walaupun luarnya penuh kulit
yang tajam, tetapi dalamnya lembut dan manis, beda dengan kedondong, luarnya
mulus, rasanya agak asem dan di dalamnya ada biji yang berduri. Jadilah
bengkoang walaupun hidupnya dalam kompos sampah, tetapi umbinya isinya putih
bersih. Jagalah hati jangan kita dinodai meskipun mainnya di tempat sampah.
Jadilah padi makin berisi, makin merunduk. Tapi awas ada wereng. Jadilah pohon
kelapa sudah terkenal dengan serba gunanya, tidak bisa dimanipulasi(tidak dapat
dicangkok); Jadilah tandan Pete, bukan tandan rambutan. Tandan Pete membagi
makanan sama rata ke biji petenya, semua seimbang, ngak seperti rambutan ada
yang kecil ada yang besar. Jadilah cabe makin tua makin pedas, makin tua makin
bijaksana. Jadilah buah manggis bisa ditebak isinya dari bokong buahnya,
maksudnya jangan munafik. Jadilah buah nangka, selain buahnya, nangka memberi
getah kepada penjual atau yang memakannya, artinya berilah kesan kepada semua
orang(tentunya yang baik).
Sejarah menjadi unsur hakiki
seorang manusia. Hidup manusia bukanlah serupa batu di ruangan hampa, dalam
arti senantiasa sama sejak awal sampai akhir, melainkan berbuah dengan kata
dalam pengembangan hidup manusia pada umunnya tidak disediakan jalan pintas.
Dengan kata lain panggilan hidup manusia menuntut sepenuhnya tanggung jawab
dari setiap peribadi. ”Hanya ada dua tragedi dalam kehidupan ini; orang uang
tidak mendapatkan apa yang diinginkan dan orang yang mendapatkannya”.
Memiliki
hikmat dan kebijaksanaan kepada Ayub(28.1-12) menjadi kesadaran baru tentang
persekutuan dengan Allah. Persekutuan dengan Allah yang bukan tradisi agama
seperti yang dipertahankan oleh sahabat-sahabat Ayub, melainkan persekutuan
yang hidup, dengan Allah yang hidup. Allah yang menyatakan dirinya lewat topan
membuat Ayub lebih mengenal dan menikmati persekutuannya dengan Allah yang
memberi makna dalam hidup ini. Orang berhikmat itu adalah orang yang memiliki
pengetahuan yang memungkinkan orang itu mengenal Yang Mahakudus (Ams 30.3).
Sehingga, orang yang berhikmat akan mampu melihat perbuatan-perbuatan Tuhan
yang besar dalam setiap perjalanan hidup ditengah-tengah realitas dunia ini. Orang yang bijak selalu memberikan
pengaruh yang positif. Oleh karena itu, seseorang yang berhikmat
berjerih payah untuk melakukan kebenaran, yang berkenan bagi Tuhan, serta
menghindari jalan yang menyesesatkan. Pengalaman hidup yang berjalan bersama
Tuhan adalah pengalaman hidup yang tidak ternilai harganya, oleh sebab itu
marilah melangkah dengan tuntunan dan ajaran serta tanggung jawab hidup yang
besar kepada Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar